Senin, 29 Juni 2009

SELALU BERSHALAWAT.

Selalu bershalawat

Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan memberinya rahmat kepadanya sepuluh kali."

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali ra di dalam kitabnya, Ihya, mengemukakan hadis dari Abdul Wahid bin Zaid yang menuturkan sebagai berikut:

Pada suatu hari, saya bersama seorang teman keluar meninggalkan rumah untuk suatu keperluan. Teman saya tidak henti-hentinya mengucapkan shalawat, baik di saat sedang berdiri, duduk, bergerak maupun diam. Ketika kutanyakan hal itu kepadanya, ia menjawab:

Anda saya beritahu soal itu. Dahulu saya bersama ayah pergi ke Makkah untuk pertama kali. Dalam perjalanan berangkat, saya ketiduran di suatu tempat. Dalam mimpi saya melihat seorang datang mendekatiku, lalu berkata, "Bangunlah, Allah telah mewafatkan ayahmu dalam keadaan wajahnya kehitam-hitaman. !" Saya bangun dalam keadaan takut dan bingung. Ayah kuhampiri dan kubuka kain penutup mukanya. Ternyata benar, ia telah menjadi mayit dan wajahnya tampak kehitam-hitaman. Saya sungguh ketakutan sekali.

Beberapa saat kemudian, dalam keadaan bingung dan sedih, saya tertidur kembali. Kali ini saya mimpi lagi melihat empat orang lelaki berkulit hitam, masing-masing memegang tongkat besi. Tiba-tiba datang seorang lelaki berwajah rupawan berpakaian warna hijau. Kepada orang-orang yang berkulit hitam itu ia berkata, "Menyingkirlah kalian semua!." Lelaki rupawan itu lalu mengusap-usap muka ayahku dengan tangannya, lalu mendekatiku seraya berkata, "Hai, bangunlah... Allah telah memutihkan muka ayahmu." Aku bertanya, "Anda siapa?." Ia menjawab, "Aku Muhammad."

Ketika bangun, saya segera menghampiri ayah dan kubuka kain penutup mukanya, dan ternyata wajahnya tampak keputih-putihan. Sejak itu saya tidak pernah meninggalkan shalawat kepada Rasulullah.

[Disarikan dari Mutiara Zikir & Doa, Al-Habib Alwi bin Ahmad Alhaddad, hal. 111, cetakan I, penerbit Pustaka Hidayah

QALAM ULAMA.

Mutiara syair Al-Imam Asy-Syafi'i

إن الفقـيه هو الفقـيه بفعـله <> ليس الفقـيه بنطـقه و مقاله
وكذا الرئيس هو الرئيس بخلقه <> ليس الرئيس بقومه و رجاله
وكذا الغـني هو الغـني بحاله <> ليس الغـني بملـكه و بماله

Sesungguhnya orang yang faqih (alim) itu adalah dinilai dengan perbuatannya
Bukanlah orang yang faqih itu dinilai dengan ucapan dan perkataannya

Begitu juga pemimpin itu adalah dinilai dengan kemuliaan akhlaknya
Bukanlah pemimpin itu dinilai dengan banyaknya massa dan pembela-pembelanya

Begitu juga orang yang kaya itu adalah dinilai dengan keadaan (kedermawanan) nya
Bukanlah orang yang kaya itu dinilai dengan banyaknya harta bendanya

[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 97]

Mutiara syair Al-Imam Ali bin Abi Thalib


بكيت على شباب قد تولى <> فيا ليت الشــباب لنا يعـود
لو كان الشــباب يباع بيعا <> لأعطيت المــبايع ما يـريد
ولكن الشـباب إذا تــــولى <> على شـرف فمطلــبه بعـيد



Aku menangis atas masa mudaku yang telah berlalu
'duh alangkah enaknya kalo masa muda itu dapat kembali lagi kepada kita

Seandainya masa muda itu bisa diperjualbelikan
pasti 'ku kan berikan kepada penjualnya apapun yang ia inginkan

Akan tetapi jika masa muda itu sudah berlalu
jauh dari kemuliaan maka memintanya untuk kembali lagi adalah sesuatu yang mustahil


Mutiara syair Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad


عجبت لمن يوصي سواه و إنه <> لأجــدر مـنه باتـــباع الـوصــية
يقــول بلا فعـل و يعمل عاملا <> على ضد علم يا لها من خسارة
عــلوم كأمثال البحار تـلاطمت <> و أعــماله في جنبها مثل قطرة


Saya heran kepada orang yang suka memberi nasehat ke orang lain,
akan tetapi sesungguhnya ia
lebih layak dari orang lain untuk mengikuti nasehatnya itu.
Ia bisanya hanya berkata tanpa mampu berbuat dan kalaupun ia berbuat
justru bertentangan dengan ilmunya, duh betapa ruginya ia.
Ilmunya bak seperti lautan bergelombang,
akan tetapi amal disampingnya bak seperti tetesan air.

[Ad-Durru Al-Mandhum, hal. 49]

Antara fiqih dan tasawuf

Mutiara syair Al-Imam Asy-Syafi'i


فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا <> فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى <> وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح


Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan
juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-
benar ingin memberikan nasehat padamu.
Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tak mau menjalani
tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan lezatnya takwa.
Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tak mau
mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?

ANTARA KITA DAN RASULULLAH SAW.

Antara kita & Rasulullah

Oleh : Dedi Suardi

Ini Dr. Muhammad Fazlur Rahman Ansari pernah melukiskan sosok Rasulullah sebagai berikut :

Nabi Muhammad tingginya sedang-sedang saja, agak kurus, namun bahunya lebar, berdada bidang, bertulang dan berotot kokoh. Rambutnya terurai hampir ke pundaknya, berwarna hitam pekat dan sedikit ikal. Meskipun lanjut usianya, beliau cuma memiliki kira-kira 20 lembar uban saja, itu pun barangkali karena beban yang beliau emban saat menerima "wahyu Allah". Wajahnya yang jernih berbentuk bulat telur, agak memerah kekuning-kuningan. Alisnya melengkung panjang, yang mendebarkan setiap yang memandang. Bola matanya yang hitam bundar terbingkai bulu-bulu tebal dan panjang, tampak bersinar cemerlang. Nabi suci berhidung mancung namun estetis, giginya selalu diurus rajin berderet rapi, seputih mutiara. Wajahnya penuh janggut sehingga tampak jantan. Kulitnya lembut dan bersih, berwarna campuran merah-putih. Tangannya halus laksana sutra, nyaris melebihi tangan seorang gadis. Langkahnya cepat dan luwes, namun berat, bagai makhluk yang bergerak dari tempat tinggi ke tempat rendah. Andai menengokkan wajahnya, beliau juga membalikkan seluruh tubuhnya. Segenap gerak-gerik dan kehadirannya terpuji dan mengandung kharisma. Ekspresinya halus kesendu-senduan. Dan tawanya lebih jarang ketimbang senyumnya yang ramah.

Para pejuang kebenaran yang sejati!. Barangkali tak kurang di antara kita secara fisik yang bersosok mirip-mirip Rasulullah. Namun sayang sejuta sayang, Rasulullah tawanya lebih jarang ketimbang senyum ramahnya, sebaliknya kita bahkan sering terlampau banyak tertawa cekakakan kolokan, sambil malas memberikan senyum ramah terhadap orang lain, disebabkan oleh sifat sombong dan takabur.

Selanjutnya Rasulullah dilukiskan bahwa meskipun telah memiliki kekuasaan penuh di negerinya, dihormati oleh segala lapisan masyarakat, makan-minumnya, perabot rumah tangganya, bahkan segenap kebiasaan hidupnya sungguh amatlah sederhana. Namun sebaliknya, kita baru saja memiliki kekuasaan secuil, hidup sudah ingin mewah, makan-minumnya ingin yang mahal-mahal, cara hidup disulap menjadi ala Minak Jinggo. Feodalisme kedodoran, ditata secara jor-joran.

Dari sejarah Islam yang tak terselewengkan, tersimak bahwa Rasulullah merupakan pelindung yang amat dipercaya oleh segenap umat yang dilindunginya. Bedanya dengan kita, tidak jarang kita ini sok melindungi rakyat, padahal kenyataannnya sebaliknya, memeras rakyat secara halus, demi kejayaan dunia yang sementara.

Rasulullah merupakan pribadi yang anggun dan amat pendiam. Namun, andai beliau berkata, tekanannya pasti dan jujur sehingga melontarkan wibawa terhadap siapa yang mendengarnya. Sebaliknya, kita-kita ini kadang terlampau banyak mengoceh tanpa isi, yang menurut kata peribahasanya "tong kosong nyaring bunyinya !". Karena terlampau banyak ngoceh, boro-boro wibawa muncul, sebab isi ocehannya tak sama dengan wujud amalannya.

Keindahan pribadi Rasulullah semakin tampak pula karena sedikit makanan yang didapatnya senantiasa dibaginya kepada siapa pun yang kebetulan lewat dan membutuhkannya. Di luar rumah beliau, ada serambi yang senantiasa dipenuhi oleh fakir-miskin yang sepenuhnya hidup dari welas-asih beliau. Namun sayang, sebaliknya kita yang penuh makanan bru di juru-bro di panto, terkadang lupa kepada sang fakir yang lapar. Boro-boro membikin serambi bagi fakir-miskin, didekati orang yang berpakaian compang-camping saja, standing kita terasa anjlok ke comberan. Duit receh bagian para manusia papa lebih asyik dibelanjakan ice cream yang segar lezat ketimbang digusur hidup tak subur.

Santapan Rasulullah sehari-hari sekedar kurma dan air atau roti tawar. Madu dan susu merupakan minuman yang disukainya, namun amat jarang ternikmati (oleh beliau) karena dianggap mewah. Sebaliknya, kita terkadang uring-uringan ngambek andai makan tak ada lauk-pauknya yang enak, kendati penghasilan teramat minim. Akhirnya yang melanda kita-kita ini "lebih besar pasak daripada tiang", segala penyakit nemplok di badan gara-gara utang bergudang-gudang.

Selama hidupnya, Rasulullah hampir tak pernah memukul siapa pun. Ucapan yang paling kasar yang pernah terlontar dari mulut beliau ialah "semoga dahinya berlumuran lumpur". Tatkala diminta untuk mengutuk seseorang, beliau bahkan menjawab, "Aku diutus bukanlah untuk mengutuk seseorang, namun justru untuk mendoakan umat manusia." Sebaliknya pukul-memukul bagi kita merupakan "pekerjaan tangan" sehari-hari, terutama memukul anak. Ucap sumpah Nabi yang dirasanya paling kasar, bahkan sebaliknya bagi kita itulah yang dirasakan paling halus. Sebelum mengucapkan kata "bedebah", "setan", atau "kunyuk", rasanya sumpah-serapah kita terhadap orang lain belumlah afdol.

Terhadap orang-orang besar, Rasulullah bersikap sopan. Dan pula terhadap si kecil, keramah-tamahannya teramat mulia. Sebaliknya, kita terkadang cuman sopan dan hormat terhadap orang-orang besar karena butuh akan koneksinya. Namun terhadap si kecil yang tidak dibutuhkan, persetan penghormatan! .

Para pejuang kebenaran yang sejati!. Nabi Besar Muhammad Rasulullah senantiasa besar perhatiannya terhadap alam ini, yang tampak maupun yang tidak tampak, kendati beliau tunaaksara. Sebaliknya, kita yang pinter baca, gara-gara waktu cuma dihabiskan guna menumpuk-numpuk harta, alam tak terperhatikan sejengkal pun, tafakur menjadi tumpul, syukur menjadi kufur!.

Selanjutnya, meskipun Rasulullah telah berhasil menguasai jazirah Arab, sepatu atau gamisnya yang sobek, masih saja dijahitnya sendiri, memerah susu sendiri, menyalakan perapiannya juga sendiri. Kita terkadang sebaliknya, baru menjadi penguasa yang sedeng-sedeng saja, pembantu minta lusinan. Segalanya pakai pembantu, cuma cebok saja yang tidak. Kita, sobek sepatu sedikit, lempar ke tempat sampah, takut kehilangan prestise diri. Malu palsu semarak di kalbu!.

Bila melakukan perjalanan jauh, beliau membagi suapan dengan pembantunya. Kita juga sering membagi, namun yang kita bagi adalah perbedaan. Andai kita menikmati goreng ayam kalkun, pembantu mah cukup disodori ikan asin saja plus sambel oncom!.

Muhammad Rasulullah amat ketat dengan dietnya lewat berpuasa penuh kerelaan. Sebaliknya kita, diet dilaksanakan karena penyakit meraja-lela. Jadi, diet kita adalah diet yang terpaksa, bukan diet yang bernilai ibadah. Oleh sebab dietnya penuh ketidak-relaan, maka sumpeklah jiwa, nesu menggebu... membarakan angkara murka!.

Dalam kehidupan pribadinya, Rasulullah amat bijaksana. Diperlakukannya sahabat atau bukan, kaya atau miskin, kuat atau lemah, secara adil. Sebaliknya kita, termasuk saya, sering iseng membikin-bikin kebijaksanaan mendadak demi harga diri. Si kaya, kita beri tempat paling depan. Si miskin, biar gek-sor di lantai lembab. Si lemah biarlah mampus. Keadilan cuma buat segelintir orang!.

Kemenangan militer beliau tidak menyebabkan adigung-adiguna, rasa sombong atau ingin megah, karena niat perjuangannya adalah untuk kemaslahatan bersama. Oleh sebab itu, Rasulullah tak suka mendapat semacam penghormatan protokoler yang dibikin-bikin. Namun, tak sedikit di antara kita yang sebaliknya, karena kita telah ketularan gila puji. Perjuangan kita terkadang diniati demi kedigjayaan kita sendiri, bukan niat demi kebenaran Tuhan. Oleh sebab kita sudah gila puji, maka penghormatan protokoler pun seakan menjadi idaman bagi setiap yang kuasa. Hidung mereka bangga, pundak ditarik ke langit, tatkala setiap orang berdiri keirei menyambut kedatangan kita dengan takzim, sehingga kita lupa akan rukuk dan sujud terhadap Yang Agung.

Kehidupan Rasulullah amatlah realistis. Beliau berkuasa bukanlah untuk mendandani kekuasaannya, melainkan untuk menyelamatkan umatnya dari kebodohan. Sebaliknya, terkadang kita tidak realistis, dikarenakan berkuasa cumalah demi segembung perut. Kekuasaan kita terkadang bukan demi menghilangkan kebodohan, melainkan sebaliknya untuk membodohi umat.

Rasulullah tinggal bersama istri-istrinya, yang dinikahinya dengan jiwa sosial itu, dalam sebuah pondok kecil yang amat sederhana beratap jerami. Tiap-tiap kamar dipisah dengan pohon-pohon palma yang direkat dengan lumpur. Sebaliknya, istri-istri kita yang denok demplon, yang dinikahi berdasarkan nafsu birahi belaka, disimpan di istana-istana mungil, di villa-villa mewah di tepi perbukitan, dengan masing-masing dihadiahi mobil-mobil luks yang mengkilap, demi saling tutup mulut, demi perdamaian antar bini.

Masih banyak sebenarnya kepribadian Rasulullah yang amat terpuji. Namun, satu lagi saja yang perlu disampaikan, yakni ketulusan dan keikhlasan dirinya dalam menganjurkan kebajikan dan kesederhanaan, yang telah dibuktikannya secara gamblang tatkala beliau wafat. Ternyata beliau tidak meninggalkan warisan harta secuil pun. Yang ditinggalkannya cumalah "warisan ketauhidan". Sayang, kita yang masih jauh dari ketakwaan ini melakukan sebaliknya. Berkat kerja menumpuk-numpuk kekayaan, warisan yang bergudang-gudang malah memancing perang campuh antar ahli waris. Rebutan warisan yang kerap terjadi, boro-boro menyimpulkan kuat talinya silaturrahmi, melainkan (menyebabkan) sakinah acak-acakan, saudara sekandung malah menjadi musuh bebunyutan!!

Mudah-mudahan saja perbedaan yang menyolok ini tak tampak di masa-masa mendatang. Ingat, harta adalah modalnya ibadah!!

[Disarikan dari Tafakur Di Galaksi Luhur, Dedi Suardi, hal. 175-179]

MENSIFATI NABI SAW.

Mensifatkan Muhammad

Rasulullah SAW telah mulai menyebarkan ajaran-ajaran Islam. Setiap hari selalu bertambah pula jumlah pemeluk agama Islam. Gangguan-gangguan dari pihak kafir Quraisy tidak berhasil membendung arus perkembangan dakwah Nabi SAW. Pada saat itu orang-orang asing pun telah mulai dapat menerima ajaran Islam. Keadaan ini membuat pusing orang-orang kafir Quraisy, sehingga mereka merasa perlu untuk mengadakan rapat untuk mencari jalan keluar membendung penyebaran ajaran Islam.

Dalam rapat tersebut, mereka bersepakat untuk menyusun propaganda negatif yang berkenaan dengan diri Nabi SAW dan nantinya akan disebarkan di antara kalangan asing. Berbagai macam usulan pun bermunculan mengenai isi propaganda tersebut.

Seorang dari mereka mengajukan usulnya,

"Marilah kita menyakinkan orang-orang asing itu bahwa Muhammad adalah seorang penenung."

Seorang tokoh kafir Quraisy yang bernama Walid bin Mughirah angkat suara,

"Tidak ada seorang pun yang akan mempercayai pendapat itu. Saya telah mengenal banyak penenung, akan tetapi kata-kata dan nasihat Muhammad tidak dapat digolongkan dengan mereka."

Seorang dari mereka mengajukan usul yang lain,

"Marilah kita mengumumkan kepada dunia bahwa Muhammad adalah orang gila."

Walid bin Mughirah pun mengomentari usul itu,

"Sama sekali hal ini tidak akan dapat dipercayai mereka."

Seseorang dari mereka mencoba mengemukakan usul yang lain,

"Marilah kita menjuluki Muhammad sebagai seorang ahli syair."

Walid bin Mughirah pun menjawab,

"Saya tahu betul apa yang dimaksud dengan syair. Tetapi kata-kata Muhammad tidak mempunyai persamaan dengan syair."

Seorang mengajukan alternatif usulan,

"Bagaimana kalau kita menjuluki Muhammad itu sebagai seorang ahli sihir?."

Walid menjawab,

"Kemurnian watak Muhammad, kesucian ajarannya dan kesopanan cara berpakaiannya tidak akan didapatkan kesamaan dengan seorang ahli sihir."

Orang lain pun berkata,

"Kalau begitu ya Walid, cobalah engkau kemukakan pendapatmu sendiri?."

Walid menjawab,

"Saya tidak mengetahui cara yang tepat untuk bagaimana merendahkan Muhammad dalam anggapan orang lain. Kata-katanya demikian murni dan indah, membuat berkesan di hati, sehingga seorang anak rela berpisah dari orangtuanya, orangtua rela berpisah dari anak-anaknya, seorang istri rela berpisah dari suaminya dan seseorang rela berpisah dari saudaranya."

[Disarikan dari Rangkaian Tjeritera dari Sedjarah Islam, Ahmad DM., hal. 19-21, penerbit Attahirijah]

NASAB NABI SAW SUCI Dari keutamaan dan barokahnya Rasulullah saw, sesungguhnya Allah menjadikan semua dari ayah dan kakek-kakek beliau adalah manusia

Saajid ibn saajid

Dari keutamaan dan barokahnya Rasulullah saw, sesungguhnya Allah menjadikan semua dari ayah dan kakek-kakek beliau adalah manusia-manusia yang suci, yang berpindah dari ahli sujud kepada ahli sujud, sebagaimana dengan firman Allah,

"Dan (Yang melihat) perubahan/perpindah anmu di antara orang-orang yang sujud." (QS. As-Syu'ara: 219)

Namun ada orang yang dengan ilmunya telah menyampaikan hal-hal yang merusak atau merendahkan martabat Rasulullah saw dengan mengatakan bahwa ayah dan kakek-kakek beliau bukanlah dari golongan mukminin.

Setelah dibacakan ayat tersebut diatas, Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas berkata,

"Bagaimana seseorang bisa mengatakan bahwa ayah dan kakek-kakek beliau saw bukanlah dari golongan mukminin, sedangkan mereka adalah saajid ibn saajid, dan semua itu adalah karena barokah dan nur Nabi saw. Sesungguhnya perpindahan yang terjadi dari kakek-kakek beliau sampai kepada beliau saw, adalah sama dengan perpindahan dari jiwa ke jiwa, dari dzat ke dzat dan dari sifat-sifat ke sifat-sifat beliau saw. Begitulah perpindahan yang terjadi pada diri nabi kita Muhammad saw. Bagaimana mungkin mereka bisa menghukumi silsilah nasab beliau saw dengan kekufuran?. Ini merupakan suatu hal yang kurang ajar yang telah merusak sebagian manusia. Semoga Allah memberi kita rizki berupa akhlak yang baik. Tidak diragukan lagi bahwa nabi kita Muhammad saw adalah semulia-mulia makhluk di sisi Allah, baik dhohir, batin, jasad maupun ruh."

Diriwayatkan dari Imam Al-Baihaqy, bahwa Rasulullah saw bersabda,

"Tidaklah berpisah dua kelompok manusia kecuali Allah menjadikan aku dalam kelompok yang terbaik diantara keduanya. Aku dilahirkan oleh orangtuaku dengan tanpa mengalami hal-hal yang terjadi pada masa jahiliyah. Aku dilahirkan melalui pernikahan yang suci semenjak Adam sampai pada kedua orangtuaku dan aku adalah sebaik-baiknya jiwa dan sebaik-baiknya ayah."

[Kitab Jiroobul Miskiin, karangan Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Alkaff]